Pemkot Bukittinggi Ungkap Dugaan Kelainan Genetik di Balik Kematian Bayi Harimau di TMSBK
Bukittinggi — Pemerintah Kota Bukittinggi akhirnya angkat bicara terkait penyebab kematian bayi harimau Sumatera yang lahir di Taman Marga Satwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) beberapa waktu lalu. Hasil sementara pemeriksaan medis mengarah pada dugaan adanya kelainan genetik yang menjadi salah satu faktor utama kematian satwa dilindungi tersebut.
Wakil Wali Kota Bukittinggi, Marfendi, menyebutkan bahwa Pemkot sangat prihatin atas peristiwa ini. “Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Bayi harimau tersebut merupakan harapan besar dalam upaya konservasi spesies langka. Dari hasil awal pemeriksaan, diduga kuat ada kelainan genetik bawaan yang menyebabkan organ dalam bayi harimau tidak berkembang sempurna,” ujar Marfendi saat konferensi pers di Balai Kota.
Kelainan genetik yang dimaksud diduga terjadi akibat faktor inbreeding atau perkawinan sedarah, yang kadang sulit dihindari dalam program penangkaran jika populasi indukan terbatas. Kondisi ini menyebabkan bayi lahir dalam keadaan lemah dan tidak mampu bertahan hidup meski sudah mendapatkan perawatan intensif dari tim medis TMSBK.
:quality(80)/https://cdn-dam.kompas.id/photo/ori/2020/02/01/Dua-Harimau-Sumatra-Lahir-di-Bukittinggi_86932056_1580571484.jpg)
Baca juga: Wako Ramlan apresiasi kepolisian dukung pembangunan di Bukittinggi
Kepala TMSBK, Eka Putra, menambahkan bahwa sejak lahir bayi harimau tersebut sudah menunjukkan tanda-tanda lemahnya kondisi fisik. “Kami sudah berupaya maksimal dengan memantau 24 jam, memberikan asupan nutrisi khusus, hingga tindakan medis untuk mendukung pernapasan. Namun kondisinya memang sangat lemah,” jelas Eka.
Untuk memperjelas penyebab pasti kematian, Pemkot Bukittinggi bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat dan sejumlah lembaga akademik untuk melakukan nekropsi atau autopsi satwa. Hasil lengkapnya akan diumumkan setelah seluruh uji laboratorium selesai.
Kasus ini menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk para pemerhati satwa dan pecinta lingkungan. Banyak yang mendorong agar ke depan pengelolaan program penangkaran di TMSBK lebih memperhatikan aspek genetika agar kejadian serupa tidak terulang. Selain itu, mereka berharap agar kolaborasi antar lembaga konservasi diperkuat untuk meningkatkan keberhasilan program pengembangbiakan harimau Sumatera yang kini semakin terancam punah.
Pemkot Bukittinggi menegaskan komitmennya untuk terus mendukung upaya pelestarian satwa langka. “Ini jadi pelajaran penting bagi kami untuk memperbaiki manajemen konservasi ke depan,” tutup Marfendi.




